Para Penerus

Para Penerus
H3 (Hilmy, Hanna & Hasyina)

FAK. KEDOKTERAN DAN KESEHATAN - UMJ

FAK. KEDOKTERAN DAN KESEHATAN - UMJ
Bila anda dapat info dari blog ini cantumkan di formulir KODE : Mi

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)
Ket. lebih lanjut KLIK GAMBAR

PROGRAM DIII KEPERAWATAN (AKPER)

PROGRAM DIII KEPERAWATAN (AKPER)
Ket. Lebih lanjut KLIK GAMBAR

DIII KEBIDANAN (AKBID) MUHAMMADIYAH

DIII KEBIDANAN (AKBID) MUHAMMADIYAH
Ket. lebih lanjut KLIK GAMBAR

PRODI. KEDOKTERAN - FKK - UMJ

PRODI. KEDOKTERAN - FKK - UMJ
Ket. Lebih lanjut KLIK GAMBAR

Minggu, 29 November 2009

Shalat Wajib (lanjutan 2 akhir)

1.
lalu kerjakan raka’at kedua seperti raka’at pertama hingga point 14, hanya tidak membaca Iftitah.[1]
2. setelah selesai dari sujud kedua, maka duduk tasyahud awal dengan menduduki telapak kaki kiri dan lipat jari kaki kanan, serta letakkan kedua
tangan di atas lutut, julurkan jari-jari tangan kiri , sedang tangan kanan menggenggamkan jari kelingking, jari manis dan jari tengah serta mengacungkan jari telunjuk dan sentuhkan ibu jari pada jari tengah.[2]
3. Sambil membaca do’a tasyahhud :
التَّحِيَّاتُ ِللهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيْبَاتُ, السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَيُّهَاالنَّبِيُّ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ, السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلىَ عِبَادِاللهِ الصَّالِحِيْنَ. أشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
(Attahiyyâtu lillâh wash-shalawâtu wath-thayyibât, assalâmu ’alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullâhi wabarakâtuh, Assalâmu’alaina wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn. Asyhadu ‘an lâ ilâha illallâh, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhû wa rasûluh) [3]
Artinya :
“Segala kehormatan kepunyaan Allah, demikian juga segala kebahagiaan (kebesaran) dan kebaikan. Semoga keselamatan, rahmat dan berkah Allah tercurah bagimu wahai Nabi. Semoga keselamatan tercurah bagi kami sekalian dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah.”
4. lalu membaca shalawat pada Nabi s.a.w. :
اَلَّلهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ ألِ مُحًمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلىَاِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ ألِ إبْرَاهِيْمَ, وَبَاِركْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَ عَلىَألِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْمَ وَألِ اِبرَاهِيْمَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
(Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad kamâ shallaita ‘alâ Ibrâhîm wa âli Ibrâhîm, wa bârik ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad kamâ bârakta ‘alâ Ibrâhîm wa âli Ibrâhîm, innaka hamîdum majîd.) [4]
Artinya :
“Ya Allah, limpahkanlah kemurahan-mu kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah limpahkan kepada Ibrahim dan keluarganya. Berkahilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah berkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesunggunyalah Engkau Yang Maha Terpuji dan Maha Mulia.”
5. Kemudian bangkit lalu berdiri untuk melanjutkan raka’at berikut (raka’at ke-3) dengan bertakbir dan mengangkat tangan seperti takbiratul ihram awal shalat[5]
اَلَّلـــــهُ اَكـْــــــبَرُ
(Allâhu Akbar)
Artinya :
“Allah Maha Besar”
6. Raka’at ketiga seperti raka’at sebelumnya (raka’at ke-2) hanya tidak membaca surat al-Qur’an setelah membaca QS. Al-Fatihah.[6]
7. lalu tasyahhud akhir duduknya dengan memajukan kaki kiri, dan melipat jari kaki kanan sehingga sebagian jarinya seolah mengarah ke
Qiblat, serta duduk bertumpu pada pantatnya.[7] Dengan menggenggam tangan kanan dan menunjukkan telunjuk sehingga seolah bersimbol 53 huruf arab.[8]
8. Sambil membaca do’a tasyahhud :
التَّحِيَّاتُ ِللهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيْبَاتُ, السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَيُّهَاالنَّبِيُّ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ, السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلىَ عِبَادِاللهِ الصَّالِحِيْنَ. أشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
“Attahiyyâtu lillâh wash-shalawâtu wath-thayyibât, assalâmu’alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullâhi wabarakâtuh, Assalâmu’alaina wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn. Asyhadu anna Muhammadan ‘abduhû wa rasûluh”[9]
Artinya :
“Segala kehormatan kepunyaan Allah, demikian juga segala kebahagiaan (kebesaran) dan kebaikan. Semoga keselamatan, rahmat dan berkah Allah tercurah bagimu wahai Nabi. Semoga keselamatan tercurah bagi kami sekalian dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah.”



9. lalu membaca shalawat pada Nabi s.a.w. :
اَلَّلهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ ألِ مُحًمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلىَاِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ ألِ إبْرَاهِيْمَ, وَبَاِركْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَ عَلىَألِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْمَ وَألِ اِبرَاهِيْمَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
“Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad kamâ shallaita ‘alâ Ibrâhîm wa âli Ibrâhîm, wa bârik ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad kamâ bârakta ‘alâ Ibrâhîm wa âli Ibrâhîm, innaka hamîdum-majîd.”[10]
“Ya Allah, limpahkanlah kemurahan-mu kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah limpahkan kepada Ibrahim dan keluarganya. Berkahilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah berkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesunggunyalah Engkau Yang Maha Terpuji dan Maha Mulia.”
10. lalu membaca do’a mohon perlindungan dengan membaca :
اَلَّلهُمَّ اِنِّيْ اَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ وَمِنْ ِفتْنَةِ الْمَحْيَ وَاْلمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْهِ الدَّجَّالِ
(Allâhumma innî a’ûdzubika min ‘adzâbi jahannama wa min ‘adzâ bil-qabri wamin fitnatil mahyâ wal mamâti wa min fitnatil-masîhid-dajjâl).[11]
Artinya :
“Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau dari siksa neraka Jahannam dan dari siksa kubur, begitu juga dari fitnah (ujian) hidup dan mati, serta dari jahatnya fitnah Dajjal (pengembara yang durjana).”
11.
Gambar 23Kemudian akhiri shalat dengan salam dengan berpaling ke kanan dan ke kiri sehingga pipi dapat terlihat oleh orang yang ada di belakang[12] sambil mengucapkan :
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةاللهِ وَبَرَكَاتُهُ
)Assalâmu’alaikum warahmatullâhi wabarakâtuh([13]
Artinya :
“Semoga keselamatan, kasih saying dan berkah Allah limpahkan padamu sekalian”
12. Dalam shalat tidak ada perbedaan antara pria dan perempuan[14]
[1] HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. mengatakan : “bahwa Rasulullah s.a.w. kalau shalat ia bertakbir ketika (memulai) melaksanakannya, lalu bertakbir ketika ruku’,lalu membaca “sami’allâhu liman hamidah”ketika mengangkat punggung (bangun) dari ruku’, saat berdiri tegak berdo’a “rabbanâ wa lakal-hamdu”, lalu takbir tatkala hendak sujud, lalu bertakbir tatkala mengankat kepala (bangun dari sujud dan duduk sejenak), lalu bertakbir tatkala hendak sujud (lagi), lalu bertakbir tatkala hendak berdiri; kemudian melakukan itu dalam semua shalatnya serta bertakbir tatkala berdiri dari raka’at yang kedua sesudah duduk”.
HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a. :”Bahwa jikalau Rasulullah berdiri pada raka’at kedua, beliau tidak diam, melainkan memulai bacaan : “Alhamdu lillâhi rabbil-‘alamîn”.
[2] HR. Bukhari dari Abu Humaid Sa’idi r.a. yang berkata : “Saya lebih cermat dari padamu tentang shalat Rasulullah s.a.w. kulihat apabila beliau bertakbir, mengangkat kedua tangannya sejurus dengan bahunya dan apabila ruku’meletakkan kedua tangannya pada lututnya, lalu membungkukkan punggungnya, lalu apabila mengankat kepalanya ia berdiri tegak sehingga luruslah tiap-tiap tulangpunggunya seperti semula; lalu apabila sujud, ia meletakkan kedua telapak tangannya pada tanah(tempat sujud) dengan tidak meletakkan lengan dan tidak merapatkan pada lambung, dan ujung-ujung jari kakinya dihadapkan ke arah Qiblat. Kemudian apabila duduk pada raka’at kedua ia duduk di atas kaki kirinya dan menumpukkan kaki yang kanan. Kemudian apabila duduk pada raka’at terakhir ia majukan kaki kirinya dan menumpukan kaki kanannya serta duduk bertumpu pada pantatnya.”
dan HR. Muslim dari Ibnu ‘Umar r.a. : “Bahwa Rasulullah s.a.w. jika duduk dalam tasyahhud, meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya dan tangan kanan di atas lutut kanannya serta menggenggamkannya seperti membuat isyarat “lima puluh tiga”(huruf arab) dengan mengacungkan jari telunjuknya.”
[3] HR. Ibnu Huzaimah dari Aswad dan ‘Abdullah : “bahwa Rasulullah telah mengajarkan kepadaku “tasyahhud” dalam pertengahan dan penghabisan shalat.” Dan HR. Muttafaq ‘alaih dari ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. bahwa tatkala shalat di belakang Rasulullah s.a.w. kita membaca : “…..maka berpalinglah Rasulullah kepada kita lalu bersabda : “Sesungguhnya Allah itu Yang Mahaselamat, maka apabila salah seorang dari padamu shalat, hendaklah berdo’a : “Attahiyyâtu lillâh wash-shalawâtu wath-thayyibât, assalâmu’alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullâhi wabarakâtuh, Assalâmu’alaina wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn. Asyhadu anna Muhammadan ‘abduhû wa rasûluh”….al-Hadits
[4] HR. Ibnu Huzaimah, dan HR. Ahmad dari Basyir bin Sa’ad : “Allah telah perintah kami mengucapkan shalawat atas Nabi, maka bagaimanakah cara kami mengucapkan shalawat atas Nabi di dalam shalat, jika kami mau bershalawat ? Jawab Rasulullah s.a.w. katakanlah :“Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad kamâ shallaita ‘alâ Ibrâhîm wa âli Ibrâhîm, wa bârik ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad kamâ bârakta ‘alâ Ibrâhîm wa âli Ibrâhîm, innaka hamîdum majîd”.
[5] HR. Bukhari dari Abu Humaid Sa’idi r.a. yang berkata : “Saya lebih cermat dari padamu tentang shalat Rasulullah s.a.w. kulihat apabila beliau bertakbir, mengangkat kedua tangannya sejurus dengan bahunya dan apabila ruku’meletakkan kedua tangannya pada lututnya, lalu membungkukkan punggungnya, lalu apabila mengankat kepalanya ia berdiri tegak sehingga luruslah tiap-tiap tulangpunggunya seperti semula; lalu apabila sujud, ia meletakkan kedua telapak tangannya pada tanah(tempat sujud) dengan tidak meletakkan lengan dan tidak merapatkan pada lambung, dan ujung-ujung jari kakinya dihadapkan ke arah Qiblat. Kemudian apabila duduk pada raka’at kedua ia duduk di atas kaki kirinya dan menumpukkan kaki yang kanan. Kemudian apabila duduk pada raka’at terakhir ia majukan kaki kirinya dan menumpukan kaki kanannya serta duduk bertumpu pada pantatnya.”
dan HR. Abu Daud dishaihkan oleh Bukhari perantaraan Muharrib bin Datstsar dari ‘Umar : “Bahwa Nabi s.a.w. apabila berdiri dari raka’at yang kedua bertakbir dan mengangkat kedua tangannya.”
[6] HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Qatadah bahwa Nabi s.a.w. dalam shalat dhuhur pada(dua) raka’at permulaan (ke-1 dan 2) membaca fâtihah dan dua surat, dan pada (dua) raka’at terakhir (ke-3 dan 4) mambaca fâtihah saja dan beliau memperdengarkan kepada kami akan bacaan ayat itu dan pada raka’at pertama lebih panjang (bacaan suratnya) tidak seperti raka’at kedua; demikian juga dalam shalat ‘Ashar dan Shubuh.
dan HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a., bahwa jikalau Rasulullah S.a.w. berdiri dari raka’at kedua, beliau tidak diam, melainkan memulai bacaan dengan “al-hamdulillahi rabbil-‘alamin” (al-Fatihah).
[7] HR. Bukhari dari Abu Humaid Sa’idi r.a. yang berkata : “Saya lebih cermat dari padamu tentang shalat Rasulullah s.a.w. kulihat apabila beliau bertakbir, mengangkat kedua tangannya sejurus dengan bahunya dan apabila ruku’meletakkan kedua tangannya pada lututnya, lalu membungkukkan punggungnya, lalu apabila mengankat kepalanya ia berdiri tegak sehingga luruslah tiap-tiap tulangpunggunya seperti semula; lalu apabila sujud, ia meletakkan kedua telapak tangannya pada tanah(tempat sujud) dengan tidak meletakkan lengan dan tidak merapatkan pada lambung, dan ujung-ujung jari kakinya dihadapkan ke arah Qiblat. Kemudian apabila duduk pada raka’at kedua ia duduk di atas kaki kirinya dan menumpukkan kaki yang kanan. Kemudian apabila duduk pada raka’at terakhir ia majukan kaki kirinya dan menumpukan kaki kanannya serta duduk bertumpu pada pantatnya.”
[8] HR. Muslim dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah S.a.w. jika duduk dalam tasyahud, meletakkan tangan kirinya di atas lutut kanannya serta menggemgamkannya seperti membuat isyarat “lima puluh tiga (huruf arab)” dengan mengacungkan jari telunjuknya.
HR. Muslim dari Zubair r.a. bahwa Rasulullah S.a.w. kalau duduk berdo’a meletakkan tangan kananya di atas paha kanannya dan tangan kirinya di atas paha kiri, serta mengacungkankan telunjuknya, dan telapak tangan kirinya menggenggam lututnya.
[9] HR. Ibnu Huzaimah dari Aswad dan ‘Abdullah : “bahwa Rasulullah telah mengajarkan kepadaku “tasyahhud” dalam pertengahan dan penghabisan shalat.” Dan HR. Muttafaq ‘alaih dari ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. bahwa tatkala shalat di belakang Rasulullah s.a.w. kita membaca : “…..maka berpalinglah Rasulullah kepada kita lalu bersabda : “Sesungguhnya Allah itu Yang Mahaselamat, maka apabila salah seorang dari padamu shalat, hendaklah berdo’a : “Attahiyyâtu lillâh wash-shalawâtu wath-thayyibât, assalâmu’alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullâhi wabarakâtuh, Assalâmu’alaina wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn. Asyhadu anna Muhammadan ‘abduhû wa rasûluh”….al-Hadits
[10] HR. Ibnu Huzaimah, dan HR. Ahmad dari Basyir bin Sa’ad : “Allah telah perintah kami mengucapkan shalawat atas Nabi, maka bagaimanakah cara kami mengucapkan shalawat atas Nabi di dalam shalat, jika kami mau bershalawat ? Jawab Rasulullah s.a.w. katakanlah :“Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad kamâ shallaita ‘alâ Ibrâhîm wa âli Ibrâhîm, wa bârik ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad kamâ bârakta ‘alâ Ibrâhîm wa âli Ibrâhîm, innaka hamîdum majîd”.
[11] HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a. menerangkan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda : “Apabila salah seorang dari padmu bertasyahhud(akhir), hendaklah minta perlindungan kepada Allah dari empat perkara (siksa Jahannam,siksa kubur, fitnah hidup dan fitnah Dadjjal), dengan berdo’a : “Allâhumma innî a’ûdzubika min ‘adzâbi jahannama wa min ‘adzâ bil-qabri wamin fitnatil mahyâ wal mamâti wa min fitnatil-masîhid-dajjâl”
[12]HR Muslim dari Sa’ad : “Saya melihat Rasulullah s.a.w. mengucapkan salam (sabil berpaling) ke arah kanan dan arah kirinya, sampai kulihat putih pipinya”.
[13] HR. Abu Dawud dari Wail bin Hujur katanya : “Aku shalat bersama-sama Rasulullah s.a.w. maka beliau bersalam ke kanannya dengan membaca : “Assalâmu’alaikum warahmatullâhi wabarakâtuh”.
[14] Sebab tidak ada hadits shahih tentang perbedaan shalat pria dan perempuan, hanya ada hadits dhaif Mursal

Minggu, 22 Maret 2009

Tata Cara Shalat Wajib (lanjutan 1)

1. lalu takbir [1] untuk melakukan ruku’ seperti takbir pada permulaan shalat dengan gerakannya.

اللّـــــهُ اَكـْــــــبَرُ
(Allâhu Akbar)
Artinya :
“Allah Maha Besar”


2. lalu ruku’

ruku’[2] seraya meratakan punggung dengan leher dan kedua telapak tangan mencengkram kedua lutut[3] sambil berdo’a :

سُبْحَانَكَ اَلَّلهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَلَّلهُمَّ اغْفِرْلِى

(Subhânaka Allâhumma rabbanâ wa bihamdika Allâhummaghfirlî)[4]
Artinya :
“Maha suci Engkau, Yaa Allah Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu ya Allah, ampunilah dosaku”

atau membaca :

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ 3 x
)Subhâna rabbiyal ‘adhim([5]
Artinya :
“Maha Suci Tuhanku Yang Maha Mulia”

atau membaca :

سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلَئِكَةُ وَالرُّوْهُ
“Subbûhun quddûsun rabbul-malâ`ikati warrûh[6]
Artinya :
“Maha Suci, Maha Quddus Tuhannya Malaikat dan ruh (Jibril)”
3. lalu bangun dari ruku dengan mengangkat kepala untuk I’tidal[7] dengan mengankat kedua belah tangan seperti pada takbir awal shalat sambil berdo’a :

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
(sami’allâhu liman hamidah)
Artinya :
“Semoga Allah mendengar orang yang memujinya”

dan bila sudah berdiri tegak (I’tidal), maka berdo’a :

رَبَّنَاوَلَكَ الْحَمْدُ
rabbanâ wa lakal-hamdu[8]
Artinya :
“Ya Tuhan kami, segala puji hanya bagi-Mu”

Lalu meletakkan kedua lutut untuk bersujud ;

4. lalu sujud seraya bertakbir[9]

اَللًّـــــهُ اَكـْــــــبَرُ
(Allâhu Akbar)
Artinya :
“Allah Maha Besar”

dan meletakkan kedua lutut, jari-jari kaki, kedua belah telapak tangan, dahi dan hidung di atas tanah (tempat sujud)[10]. Dengan mendahulukan meletakkan kedua lutut kemudian telapak tangan lalu dahi[11]. Kemudian mengarahkan jari-jari kaki ke Qiblat dan merenggangkan tangan dari lambung serta mengangkatnya dari tanah (tidak ditempelkan di atas tanah.[12]sambil berdo’a :

سُبْحَانَكَ اَلَّلهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَلَّلهُمَّ اغْفِرْلِى
)Subhânaka Allâhumma rabbanâ wa bihamdika Allâhummaghfirlî([13]
Artinya :
“Maha suci Engkau, Yaa Allah Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu ya Allah, ampunilah dosaku”

atau membaca :

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلاَعْلىَ 3 x
)Subhâna rabbiyal a’lâ([14]
Artinya :
“Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi”

atau membaca :

سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلَئِكَةِ وَالرٌّوْهُ
Subbûhun quddûsun rabbul-malâ`ikati warrûh[15]
Artinya :
“Maha Suci, Maha Quddus Tuhannya Malaikat dan ruh (Jibril)

5. Lalu mengangkat kepala (bangun dari sujud) dengan mengucapkan takbir

اَللَّـــــهُ اَكـْــــــبَرُ
(Allâhu Akbar)
Artinya :
“Allah Maha Besar”

dan duduk dengan tenang[16] sambil berdo’a :
اَلَّلهُمَّ اغْفِرْلِى, وَارْحَمْنِى, وَاجْبُرْنِى, وَاهْدِنِى, وَارْزُقْنِى
(Allâhummaghfirlî warhamnî wajburnî wahdinî warzuqnî)[17]
Artinya :
“Yaa Allah ampunilah aku, kasihilah aku, cukupilah aku, tunjukilah aku, dan berilah aku rizki”.

6. lalu sujud kedua, dengan takbir[18] :
اَلَّلـــــهُ اَكـْــــــبَرُ
(Allâhu Akbar)
Artinya :
“Allah Maha Besar”
seperti sujud sebelumnya.[19]

7. lalu bangun dari sujud kedua dengan bertakbir[20] Dan duduk sejenak;
اَلَّلـــــهُ اَكـْــــــبَرُ
(Allâhu Akbar)
Artinya :
“Allah Maha Besar”
Saat hendak berdiri untuk raka’at berikutnya, hendaklah duduk sejenak[21] bangun untuk berdiri
dengan tegak untuk raka’at berikutnya dengan menekan (sebelah) tangan pada tanah[22]

[1] HR. Bukhari dan Muslim : “Bila kamu menjalankan shalat, maka takbirlah”
Dan HR. Ibnu Majah dari Abu Humaid Sa’idi “bahwa Rasulullah s.a.w., jika shalat ia menghadap Qiblat dan mengangkat kedua belah tangan dengan membaca “Allahu Akbar.”
[2] QS. Al-Hajj : 77 artinya : “Hai orang-orang mukmin, hendaklah kamu ruku’, sujud dan sembahlah Tuhanmu serta berbuatlah kebaikan, agar kamu berbahagia.”
dan HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi s.a.w. bersabda : “Apabila kamu menjalankan shalat bertakbirlah, lalu membaca sekedar dari Qur’an, lalu ruku’ sehingga tenang (tuma’ninah), terus berdiri sampai lurus, kemudian sujud sehingga tenang, kemudian duduklah sampai tenang, lalu sujud lagi sehingga tenang pula; kemudian lakukanlah seperti itu dalam semua shalatmu”.
[3] HR. Bukhari dari Abu Humaid Sa’idi r.a. yang berkata : “Saya lebih cermat dari padamu tentang shalat Rasulullah s.a.w. kulihat apabila beliau bertakbir, mengangkat kedua tangannya sejurus dengan bahunya dan apabila ruku’meletakkan kedua tangannya pada lututnya, lalu membungkukkan punggungnya, lalu apabila mengankat kepalanya ia berdiri tegak sehingga luruslah tiap-tiap tulangpunggunya seperti semula; lalu apabila sujud, ia meletakkan kedua telapak tangannya pada tanah(tempat sujud) dengan tidak meletakkan lengan dan tidak merapatkan pada lambung, dan ujung-ujung jari kakinya dihadapkan ke arah Qiblat. Kemudian apabila duduk pada raka’at kedua ia duduk di atas kaki kirinya dan menumpukkan kaki yang kanan. Kemudian apabila duduk pada raka’at terakhir ia majukan kaki kirinya dan menumpukan kaki kanannya serta duduk bertumpu pada pantatnya.”
[4] HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah r.a. menceritakan, “Bahwa Rasulullah s.a.w. dalam ruku’ dan sujudnya beliau mengucapkan “Subhânaka Allâhumma rabbanâ wa bihamdika Allâhummaghfirlî”
[5] HR. Lima ahli hadits (Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad) dari Hudzaifah katanya : “Aku shalat bersama Nabi s.a.w. maka dalam rukunya beliau membaca :”Subhâna rabbiyal ‘adhîm”, dan sujudnya beliau membaca “subhâna rabbiyal a’lâ”….” Al-Hadits
[6] HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i dari ‘Aisyah r.a. : “Bahwa Rasulullah s.a.w. dalam ruku’ dan sujudnya membaca : “Subbûhun quddûsun rabbul-malâ`ikati warrûh”.
[7] HR. Bukhari dari Abu Humaid Sa’idi r.a. yang berkata : “Saya lebih cermat dari padamu tentang shalat Rasulullah s.a.w. kulihat apabila beliau bertakbir, mengangkat kedua tangannya sejurus dengan bahunya dan apabila ruku’meletakkan kedua tangannya pada lututnya, lalu membungkukkan punggungnya, lalu apabila mengangkat kepalanya ia berdiri tegak sehingga luruslah tiap-tiap tulangpunggunya seperti semula; lalu apabila sujud, ia meletakkan kedua telapak tangannya pada tanah(tempat sujud) dengan tidak meletakkan lengan dan tidak merapatkan pada lambung, dan ujung-ujung jari kakinya dihadapkan ke arah Qiblat. Kemudian apabila duduk pada raka’at kedua ia duduk di atas kaki kirinya dan menumpukkan kaki yang kanan. Kemudian apabila duduk pada raka’at terakhir ia majukan kaki kirinya dan menumpukan kaki kanannya serta duduk bertumpu pada pantatnya.”
[8] HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. mengatakan : “bahwa Rasulullah s.a.w. kalau shalat ia bertakbir ketika (memulai) melaksanakannya, lalu bertakbir ketika ruku’,lalu membaca “sami’allâhu liman hamidah”ketika mengangkat punggung (bangun) dari ruku’, saat berdiri tegak berdo’a “rabbanâ wa lakal-hamdu”, lalu takbir tatkala hendak sujud, lalu bertakbir tatkala mengankat kepala (bangun dari sujud dan duduk sejenak), lalu bertakbir tatkala hendak sujud (lagi), lalu bertakbir tatkala hendak berdiri; kemudian melakukan itu dalam semua shalatnya serta bertakbir tatkala berdiri dari raka’at yang kedua sesudah duduk”.
[9] HR. Bukhari dari Abu Humaid Sa’idi r.a. yang berkata : “Saya lebih cermat dari padamu tentang shalat Rasulullah s.a.w. kulihat apabila beliau bertakbir, mengangkat kedua tangannya sejurus dengan bahunya dan apabila ruku’meletakkan kedua tangannya pada lututnya, lalu membungkukkan punggungnya, lalu apabila mengankat kepalanya ia berdiri tegak sehingga luruslah tiap-tiap tulangpunggunya seperti semula; lalu apabila sujud, ia meletakkan kedua telapak tangannya pada tanah(tempat sujud) dengan tidak meletakkan lengan dan tidak merapatkan pada lambung, dan ujung-ujung jari kakinya dihadapkan ke arah Qiblat. Kemudian apabila duduk pada raka’at kedua ia duduk di atas kaki kirinya dan menumpukkan kaki yang kanan. Kemudian apabila duduk pada raka’at terakhir ia majukan kaki kirinya dan menumpukan kaki kanannya serta duduk bertumpu pada pantatnya.”
dan HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi s.a.w. bersabda : “Apabila kamu menjalankan shalat bertakbirlah, lalu membaca sekedar dari Qur’an, lalu ruku’ sehingga tenang (tuma’ninah), terus berdiri sampai lurus, kemudian sujud sehingga tenang, kemudian duduklah sampai tenang, lalu sujud lagi sehingga tenang pula; kemudian lakukanlah seperti itu dalam semua shalatmu”.
HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. mengatakan : “bahwa Rasulullah s.a.w. kalau shalat ia bertakbir ketika (memulai) melaksanakannya, lalu bertakbir ketika ruku’,lalu membaca “sami’allâhu liman hamidah”ketika mengangkat punggung (bangun) dari ruku’, saat berdiri tegak berdo’a “rabbanâ wa lakal-hamdu”, lalu takbir tatkala hendak sujud, lalu bertakbir tatkala mengankat kepala (bangun dari sujud dan duduk sejenak), lalu bertakbir tatkala hendak sujud (lagi), lalu bertakbir tatkala hendak berdiri; kemudian melakukan itu dalam semua shalatnya serta bertakbir tatkala berdiri dari raka’at yang kedua sesudah duduk”.
[10] HR. Muttafaq ‘alaih dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan : ‘bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda’: “Aku diperintah agar bersujud di atas tujuh tulang: dahi, (termasuk hidung) seraya menunjuk hidungnya, di atas dua tangan, kedua lutut dan di atas kedua ujung jari kaki”.
[11] HR. Lima Imam kecuali Ahmad dari Wail bin Hadjur, katanya : “Aku melihat Rasulullah s.a.w. bila bersujud meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangannya dan kalau berdiri mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya”.
[12] HR. Bukhari dari Abu Humaid Sa’idi r.a. yang berkata : “Saya lebih cermat dari padamu tentang shalat Rasulullah s.a.w. kulihat apabila beliau bertakbir, mengangkat kedua tangannya sejurus dengan bahunya dan apabila ruku’meletakkan kedua tangannya pada lututnya, lalu membungkukkan punggungnya, lalu apabila mengankat kepalanya ia berdiri tegak sehingga luruslah tiap-tiap tulangpunggunya seperti semula; lalu apabila sujud, ia meletakkan kedua telapak tangannya pada tanah(tempat sujud) dengan tidak meletakkan lengan dan tidak merapatkan pada lambung, dan ujung-ujung jari kakinya dihadapkan ke arah Qiblat. Kemudian apabila duduk pada raka’at kedua ia duduk di atas kaki kirinya dan menumpukkan kaki yang kanan. Kemudian apabila duduk pada raka’at terakhir ia majukan kaki kirinya dan menumpukan kaki kanannya serta duduk bertumpu pada pantatnya.”
dan HR. Muttafaq ‘alaih dari Abdullah bin Malik bin Buhainah : “Bahwa Nabi s.a.w. jika shalat merenggangkan antara kedua tangannya sehingga kelihatan putih ketiaknya”. Dan HR. Muslim bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda : “Bila kamu bersujud, letakkanlah kedua belah telapak tanganmu dan angkatlah kedua sikumu”.
[13] HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah r.a. menceritakan, “Bahwa Rasulullah s.a.w. dalam ruku’ dan sujudnya beliau mengucapkan “Subhânaka Allâhumma rabbanâ wa bihamdika Allâhummaghfirlî”
[14] HR. Lima ahli hadits (Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad) dari Hudzaifah katanya : “Aku shalat bersama Nabi s.a.w. maka dalam rukunya beliau membaca :”Subhâna rabbiyal ‘adhîm”, dan sujudnya beliau membaca “subhâna rabbiyal a’lâ”….” Al-Hadits
[15] HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i dari ‘Aisyah r.a. : “Bahwa Rasulullah s.a.w. dalam ruku’ dan sujudnya membaca : “Subbûhun quddûsun rabbul-malâ`ikati warrûh”.
[16] HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. mengatakan : “bahwa Rasulullah s.a.w. kalau shalat ia bertakbir ketika (memulai) melaksanakannya, lalu bertakbir ketika ruku’,lalu membaca “sami’allâhu liman hamidah”ketika mengangkat punggung (bangun) dari ruku’, saat berdiri tegak berdo’a “rabbanâ wa lakal-hamdu”, lalu takbir tatkala hendak sujud, lalu bertakbir tatkala mengangkat kepala (bangun dari sujud dan duduk sejenak), lalu bertakbir tatkala hendak sujud (lagi), lalu bertakbir tatkala hendak berdiri; kemudian melakukan itu dalam semua shalatnya serta bertakbir tatkala berdiri dari raka’at yang kedua sesudah duduk”.
[17] HR. Tirmidzi dari Ibnu ‘Abbas r.a. bahwa Nabi s.a.w. di antara kedua sujud mengucapkan : “Allâhummaghfirlî warhamnî wajburnî wahdinî warzuqnî”
[18] dan HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi s.a.w. bersabda : “Apabila kamu menjalankan shalat bertakbirlah, lalu membaca sekedar dari Qur’an, lalu ruku’ sehingga tenang (tuma’ninah), terus berdiri sampai lurus, kemudian sujud sehingga tenang, kemudian duduklah sampai tenang, lalu sujud lagi sehingga tenang pula; kemudian lakukanlah seperti itu dalam semua shalatmu”.
[19] HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. mengatakan : “bahwa Rasulullah s.a.w. kalau shalat ia bertakbir ketika (memulai) melaksanakannya, lalu bertakbir ketika ruku’,lalu membaca “sami’allâhu liman hamidah”ketika mengangkat punggung (bangun) dari ruku’, saat berdiri tegak berdo’a “rabbanâ wa lakal-hamdu”, lalu takbir tatkala hendak sujud, lalu bertakbir tatkala mengankat kepala (bangun dari sujud dan duduk sejenak), lalu bertakbir tatkala hendak sujud (lagi), lalu bertakbir tatkala hendak berdiri; kemudian melakukan itu dalam semua shalatnya serta bertakbir tatkala berdiri dari raka’at yang kedua sesudah duduk”.
[20] HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. mengatakan : “bahwa Rasulullah s.a.w. kalau shalat ia bertakbir ketika (memulai) melaksanakannya, lalu bertakbir ketika ruku’,lalu membaca “sami’allâhu liman hamidah”ketika mengangkat punggung (bangun) dari ruku’, saat berdiri tegak berdo’a “rabbanâ wa lakal-hamdu”, lalu takbir tatkala hendak sujud, lalu bertakbir tatkala mengankat kepala (bangun dari sujud dan duduk sejenak), lalu bertakbir tatkala hendak sujud (lagi), lalu bertakbir tatkala hendak berdiri; kemudian melakukan itu dalam semua shalatnya serta bertakbir tatkala berdiri dari raka’at yang kedua sesudah duduk”.
[21] HR. Bukhari dari Malik bin Huwairits mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. shalat : “Maka apabila beliau berada dalam raka’at ganjil dari shalatnya, sebelum berdiri beliau duduk dulu sejenak sehingga lurus duduknya.”
[22] HR. Bukhari : “Apabila beliau bangun dari sujud yang kedua (untuk berdiri, beliau duduk sejenak dan menekan (tangan) pada tanah, lalu berdiri.”

Minggu, 01 Maret 2009

FIQH PRAKTIS : Tatacara Shalat Wajib (1)

SHALAT[1]
A. SYARAT SAH SHALAT
1. Sudah masuk waktu (shalat wajib; Dluhur, Ashar, Maghrib, Isya, Shubuh )[2]
2. Dalam keadaan suci (sudah berwudlu/tayammum)[3]
3. Badan, Pakaian dan tempatnya tidak terdapat najis[4]
4. Menutup aurat[5], bagi laki-laki dengan berpakaian rapi, untuk perempuan menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.[6]
B. TATA CARA SHALAT WAJIB RASULULLAH S.A.W.[7]
1.
Berdiri tegak[8], lalu Menghadap Qiblat (Ka’bah)[9], lalu Menentukan batas sujud (suthrah) supaya tidak ada yang lewat di antara tempat berdiri dengan batas sujudnya[10]






2. lalu Mengucapkan takbiratul ikhram: “Allâhu Akbar”[11] seraya mengikhlaskan niat karena Allah[12]
dalam hati disertai gerakan mengangkat kedua tangan, hingga ujung ibu jari sejajar dengan ujung bawah telinga dan telapak tangan sejajar dengan bahu.[13]
اللّـــــهُ اَكـْــــــبَرُ
(Allâhu Akbar)
Artinya :
“Allah Maha Besar”
3. lalu Meletakan tangan kanan di punggung tangan kiri di atas dada[14]





4. lalu Membaca do’a iftitah :
اَلَّلهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَا خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشِْرِق وَالْمَغِْربِ
اَلَّلهُمَّ نَقِنِيْ مِنَ الْخَطَايَايَ كَمَا يُنَقىالثوْبُ اْلاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَِس
اَلَّلهُمَّ اغْسِلْ مِنَ الْخَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالْثلْجِ وَالْبَرَدِ
1) “Allâhumma bâ’id bainî wa bainâ khathâyâya kamâ ba’adta bainal masyriqi wal maghribi.
Allâhumma naqqinî minal khathâyâyâ kamâ yunaqqats tsaubul ‘abyadlu minad danâts.
Allâhummagh-shil khathâyâyâ bil-ma`i wa tsalzi wal-baradi”[15]
Artinya :
“Yaa Allah jauhkanlah antara aku dan kesalahanku, sebagaimana telah Engkau jauhkan antara timur dan barat. Yaa Allah bersihkan aku dari kesalahanku sebagaimana dibersihkannya kain putih dari kotoran. Yaa Allah cucilah sebaga kesalahanku dengan air, salju dan embun.”
Atau :
وَجَهْتُ وَجْهِيَ ِلَّلذِى فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَالاَرِْض حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشِْركِيْنَ. اِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ ِللهِ رِبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَشَِريْكَ لَهُ وَبِدَالِكَ اُمِرْتُ وَاَنَااَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ (مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ). الَّلهُمَّ اَنْتَ الْمَلِكُ لاَاِلهَ اِلاَّ اَنْتَ, اَنْتَ رَبِّيْ وَاَنَا عَبْدُكَ, ظَلَمْتُ نَفْسِيْ وَاعْترَفْتُ بِذَنْبِيْ, فَاغْفِرْلِيْ ذُنُوْبِيْ جَمِيْعًا, لاَيَغْفِرُالذُنُوْبِ اِلاَّ اَنْتَ. وَاهْدِنِيْ ِلاَحْسَِن اْلاَخْلاَِق لاَيَهْدِى ِلاَحْسَنِهَااِلاَّ اَنْتَ, وَاصِْرفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَا لاَيَصِْرفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَا اِلاَّ اَنْتَ, لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُكُلُّهُ فِيْ يَدَيْكَ, وَالشَّرُّ لَيْسَ اِلَيْكَ اَنَا بِكَ وَاِلَيْكَ, تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ اَشْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلًيْكَ
2) “Wajjahtu wajhiya lilladzî fatharas samâwâti wal`ardla hanîfam muslima wama ana minal musrikîn. Inna shalâtî wa nusukî wa mahyâya wa mamâtî lillâhi rabbil ‘alamîn lâ syarîka lahû wa bidzâlika umirtu wa ana minal (awwalu) muslimîn. Allâhumma antal maliku lâ ilâha illâ anta rabbî wa ana ‘abduka, dhalamtu nafsî wa’taraftu bidzunûbî faghfirlî dzunûbî jamî’â, innahu lâ yaghfirudz dzunûbi illâ anta, wahdinî liahsanil akhlâqi lâ yahdî liahsaniha illâ anta. Washrif ‘annî sayyi`ahâ lâ yashrifu ‘annî sayyi`ahâ illâ anta. Labbaika wa sa’daika, wasy syarru laisa ilaika. Ana bika wa ilaika, tabârakta wa ta’alaita, asytaghfiruka wa atûbu ilaik”[16]
Artinya :
“Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kehadapan yang menjadikan langit dan bumi, dengan penuh ketulusan hati dan menyerah diri, dan aku bukanlah golongan orang-orang yang musyrik (menyekutukan Allah). Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah kepunyaan Allah yang menguasai alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan dengan demikian aku diperintah dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri (Muslim). Yaa Allah, Engkaulah Raja, tidak ada yang layak disembah melainkan Engkau. Engkau Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu, aku telah berbuat aniaya pada diriku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah dosa-dosaku semua, karena tidak akan ada yang dapat mengampuni selain Engkau. Dan berilah aku petunjuk-Mu supaya berbudi pekerti yang baik, karena tidak ada yang dapat memberi petunjuk budi pekerti yang baik selain Engkau. Dan jauhkanlah dari padaku kelakuan yang yang jahat, karena tidak ada yang dapat menjauhkan kecuali Engkau. Aku junjung dan aku patuhi perintah-Mu, sedang semua kebaikan itu ada dalam kekuasaan-Mu, dan kejahatan itu tidak kepada-Mu. Aku senantiasa dengan Engkau dan kembali kepada-Mu. Engkaulah yang Maha memberkati dan Maha Mulia. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
5. lalu membaca QS. Al-Fâtihah[17] dengan basmallah sebagai ayat pertama[18]
(Bismillâhirrahmânirrahîm(1) Al-hamdulillâhi rabbil’âlamîn(2) arrahmânir-rahîm(3) mâliki yaumiddîn(4) iyyâka na’budu wa iyyâka nasta’în(5) ihdinash-shirâthal mustaqîm(6) shirâthal-ladzîna an’amta ‘alaihim ghairil-maghdhûbi ‘alaihim waladh-dhâllîn(7))
Artinya :
“1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang 2. Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta, 3. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, 4. Raja hari kemudian (akhirat), 5. Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan, 6. Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus, 7. (yaitu) jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai lagi sesat.”
6. lalu akhiri Fâtihah dengan do’a “ââmmîîn”[19]
اَمِيْــــــــــــــن
(ââmmîîn)
Artinya :
“Semoga di Allah mengabulkan”
7. lalu membaca satu surat dari Al-Qur’an[20] dengan perlahan-lahan dan memperhatikan artinya[21], contoh : QS Al-Ikhlash
(Qul huwallâhu ahad(1) Allâhush-shamad(2) lam yalid walam yûlad(3) walam yakul-lahû kufuwan ahad(4)(
Artinya :
“1. Katakanlah ! Dia Allah Maha Esa, 2. Allah tempat meminta, 3. Dia tidak beranak dan tidak diperanakan, 4. Dan tidak ada satupun yang setara dengannya.”

[1] QS. An-Nisâ’ : 103 artinya : “….Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban orang-orang beriman yang telah ditentukan waktunya.” Dan HR. Bukhari dan Muslim dari Thalhah bin ‘Ubaidillah bahwa ada seorang laki-laki penduduk Najed yang kusut rambut kepalanya, datang kepada Rasulullah s.a.w. yang kami dengar dengungan ucapannya, tetapi tidak kami pahami apa yang dikatakannya bila tidak dekat, sehingga kami mendekat, rupanya ia menanyakan tentang Islam; maka sabda Rasulullah. :”Shalat lima waktu dalam sehari semalam.” Tanya orang tadi : ‘Ada lagi kewajibanku selain itu ?.’ Jawab Nabi s.a.w.: Tidak, kecuali bila kamu hendak bertathawwu(shalat sunnat).”
[2] HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Jabir katanya : “Bahwasanya Jibril telah datang kepada Nabi s.a.w., lalu ia berkata : “Marilah shalat !”, lantas ia shalat dzuhur di waktu matahari condong; kemudian ia datang kepada Nabi di waktu ‘Ashar, lalu berkata : “Marilah shalat !” lantas ia shalat ‘Ashar, diwaktu bayangan tiap-tiap sesuatu itu jadi sama panjangnya dengan(ukuran) benda tersebut ; kemudian ia datang kepada Nabi di waktu maghrib. Lalu ia berkata : “marilah shalat !”, lantas ia shalat maghrib di waktu terbenam matahari, kemudian ia datang kepada Nabi di waktu ‘Isya’, lalu berkata : “Marilah kita shalat !”, lantas ia shalat ‘Isya’ di waktu telah hilang bayangan merah (tempat matahari terbenam); kemudian ia datang kepada Nabi diwaktu Shubuh, lalu ia berkata : “marilah kita shalat !”,lantas ia shalat Shubuh diwaktu terbit fajar ; kemudian ia datang kepada Nabi pada esok di waktu Dzuhur lalu ia berkata : “Marilah shalat !”, lantas ia shalat dzuhur di waktu bayangan tiap tiap sesuatu itu jadi sama panjangnya dengan(ukuran) benda tersebut; kemudian ia datang kepada Nabi di waktu ‘Ashar, lalu berkata : “Marilah shalat !” lantas ia shalat ‘Ashar, diwaktu bayangan tiap-tiap sesuatu dua kali lipat panjangnya dengan(ukuran) benda tersebut ; kemudian ia datang kepada Nabi di waktu maghrib. Lalu ia berkata : “marilah shalat !”, lantas ia shalat maghrib di waktu sama dengan semalam, kemudian ia datang kepada Nabi di waktu ‘Isya’, lalu berkata : “Marilah kita shalat !”, lantas ia shalat ‘Isya’ di waktu lewat tengah malam; kemudian ia datang kepada Nabi di waktu terang (tapi belum terbit matahari, lalu ia berkata : “marilah kita shalat !”,lantas ia shalat Shubuh; kemudian ia berkata: “Antara dua waktu-waktu itulah waktu bagi masing-masing shalat.”
[3] QS. Al-Maidah : 6 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
dan HR. Abu Daud dan Tirmidzi : “Kunci shalat itu wudlu, permulaannya takbir dan penutupnya salam”.
[4] HR. Imam Enam Ahli Hadits dari Asma’ binti Abu Bakar r.a. berkata :”Datang kepada Nabi s.a.w. seorang wanita berkata : seorang dari pada kami pakaiannya terkena darah haidl, dan bertanya ‘bagaimana seharusnya kami lakukan?’ Maka Nabi bersabda: “Supaya dia menghilangkan dan mencuci pakaian itu dengan air, kemudian disiram lalu dipakai shalat.”
[5] HR. Lima Ulama Hadits dari ‘Aisyah r.a. bahwa Rasulullah bersabda : “Tidak akan diterima shalat seorang wanita yang mencapai usia haidl kecuali mengenakan penutup kepala dan leher”dan HR. Abu Daud dari Ummu Salamah r.a., ia bertanya kepada Rasulullah s.a.w. : Shah-kah wanita shalat dengan mengenakan baju kurung dan kerudung ? Beliau menjawab : “Jika baju kurung itu panjang ke bawah menutup punggung kedua telapak kakinya” HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa’I dari .
[6] QS. Al-A’râf : 31 “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah (rapi) setiap kali( masuk) masjid”
[7] HR. Bukhari dari Malik bin Huwairits r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda : “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”.
[8] HR. Muslim Ahmad dan Ibn Hibban tentang sifat shalat Rasulullah : “Sehingga berdiri tegak dengan tenang”
[9] HR. Jama’ah dengan lafadz dari Bukhari : “Apabila kamu berdiri hendak shalat maka sempurnakanlah wudlu, kemudian menghadaplah ke Qiblat…..” al-Hadits
[10] HR. Muslim dari Ibnu ‘Umar : ‘Bahwa Rasulullah s.a.w. apabila keluar pada Hari raya beliau meminta tongkat, kemudian dipancangkan di depannya, lalu shalat menghadap ke arahnya sedangkan orang banyak shalat di belakangnya. Beliau kerjakan demikian pula saat bepergian. Berdasarkan atas pekerjaan Nabi yang tersebut ini, maka kepala-kepala negara (raja dan amir) menjalankan yang demikian itu.”
Dan HR. Jama’ah dari Juhaim, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda :”Andaikata orang lewat di depan orang yang shalat itu mengerti besarnya dosa yang dipikulkan kepadanya, niscaya akan lebih baik dia menunggunya (selesai shalat) meski selama 40 dari pada melalui di depannya, yaitu 40 hari atau 40 bulan atau 40 tahun.”
[11] HR. Bukhari dan Muslim : “Bila kamu menjalankan shalat, maka takbirlah” Dan HR. Ibnu Majah dari Abu Humaid Sa’idi “bahwa Rasulullah s.a.w., jika shalat ia menghadap Qiblat dan mengangkat kedua belah tangan dengan membaca “Allahu Akbar.”
[12] Q.S. Al-Bayyinah : 5 “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
dan hadits riwayat Bukhari dan Muslim : “Sesungguhnya (syahnya) amal itu tergantung pada niatnya”
[13] HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar bahwa “Nabi s.a.w. mengangkat kedua tangannya selurus bahunya bila ia memulai shalat, dan bila mengangkat kepalanya dari ruku’ ia mengangkat dengan mengucapkan : “Sami’allahu liman hamidah, rabbana wa lakalhamdu”dan tidak menjalankan demikian itu dalam (hendak) sujud.”
[14] HR. Abu Daud dan Nasa’i dari Wail : “Lalu beliau meletakkan tangan kanannya pada punggung telapak tangan kirinya, serta pergelangan dan lengannya.” Dan HR. Huzaimah dari Wail yang berkata : “Saya shalat bersama Rasulullah s.a.w. dan beliau meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya di atas dadanya”.
[15] HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah berkata : “Adalah Rasulullah s.a.w. apabila setelah takbir untuk shalat dia diam sejenak sebelum membaca (al-fatihah), maka aku bertanya, maka jawab Rasulullah : aku membaca :” Allâhumma bâ’id bainî wa bainâ khathâyâyâ kamâ ba’adta bainal masyriqi wal maghribi. Allâhumma naqqinî minal khathâyâyâ kamâ yunaqqats tsaubul ‘abyadlu minad danâts. Allâhummagh-shil khathâyâyâ bil-ma`i wa tsalzi wal-baradi”.
[16] HR. Muslim dari Ali bin Abi Thâlib r.a. : “bahwa Rasulullah s.a.w. sesungguhnya apabila berdiri untuk shalat berkata : “Wajjahtu wajhiya lilladzî fatharas samâwâti wal`ardla hanîfam muslima wama ana minal musrikîn. Inna shalâtî wa nusukî wa mahyâya wa mamâtî lillâhi rabbil ‘alamîn lâ syarîka lahû wa bidzâlika umirtu wa ana minal (awwalu) muslimîn. Allâhumma antal maliku lâ ilâha illâ anta rabbî wa ana ‘abduka, dhalamtu nafsî wa’taraftu bidzunûbî faghfirlî dzunûbî jamî’â, innahu lâ yaghfirudz dzunûbi illâ anta, wahdinî liahsanil akhlâqi lâ yahdî liahsaniha illâ anta. Washrif ‘annî sayyi`ahâ lâ yashrifu ‘annî sayyi`ahâ illâ anta. Labbaika wa sa’daika, wasy syarru laisa ilaika. Ana bika wa ilaika, tabârakta wa ta’alaita, asytaghfiruka wa atûbu ilaik”
[17] HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah bersabda : “Tidak shah shalatnya orang yang tidak membaca permulaan Kitab (Al-Fâtihah)”.
[18] HR. Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Siraj dan Ibnu Hibban dari Nu’aim Mujmir katanya : “Saya bershalat di belakang Abu Hurairah r.a. maka ia membaca “bismillâhirrahmânirrahîm” lalu membaca induk Qur’an (Al-Fâtihah) sehingga tatkata sampai pada “wa lâdh dhââlîîn” beliau membaca ”ââmmîîn” dan orang-orangpun bersama-sama membaca ”ââmmîîn”. Begitu juga tiap-tiap hendak sujud, mengucapkan”Allâhu Akbar” dan bila berdiri dari duduk dalam raka’at kedua beliau mengucapkan: ”Allâhu Akbar”. Setelah bersalam beliau berkata: ‘Demi yang menguasai diriku, sungguh shalatku yang paling menyerupai shalatnya Rasulullah s.a.w.”.
[19] HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi s.a.w. brsabda : “Apabila imam membaca ”ââmmîîn”karena sungguh bila bacaan ”ââmmîîn”nya bersamaan dengan ”ââmmîîn”nya malaikat, tentu diampuni dosanya yang telah lalu”.
HR. Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Siraj dan Ibnu Hibban dari Nu’aim Mujmir katanya : “Saya bershalat di belakang Abu Hurairah r.a. maka ia membaca “bismillâhirrahmânirrahîm” lalu membaca induk Qur’an (Al-Fâtihah) sehingga tatkata sampai pada “wa lâdh dhââlîîn” beliau membaca ”ââmmîîn” dan orang-orangpun bersama-sama membaca ”ââmmîîn”. Begitu juga tiap-tiap hendak sujud, mengucapkan”Allâhu Akbar” dan bila berdiri dari duduk dalam raka’at kedua beliau mengucapkan: ”Allâhu Akbar”. Setelah bersalam beliau berkata: ‘Demi yang menguasai diriku, sungguh shalatku yang paling menyerupai shalatnya Rasulullah s.a.w.”.

[20] HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Qatadah bahwa Nabi s.a.w. dalam shalat dhuhur pada(dua) raka’at permulaan (ke-1 dan 2) membaca fâtihah dan dua surat, dan pada (dua) raka’at terakhir (ke-3 dan 4) mambaca fâtihah saja dan beliau memperdengarkan kepada kami akan bacaan ayat itu dan pada raka’at pertama lebih panjang (bacaan suratnya) tidak seperti raka’at kedua; demikian juga dalam shalat ‘Ashar dan Shubuh.
[21] QS. Muhammad : 24 artinya : “Apakah mereka tidak memperhatikan (makna) Al-Qur’an, ataukah pada hati mereka ada tutupnya”.
Dan QS. Muzzammil : 5 artinya : “dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan (tartîl)”.

Senin, 16 Februari 2009

Materi Kuliah : FIKIH PRAKTIS (WUDLU)


A. TATA CARA BERWUDLU[1]

1. Membaca basmallah[2] dengan mengikhlaskan Niat[3] karena Allah
(Bismillâhirrahmânirrahîm)
Artinya :
Gambar 1“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”
2. kemudian, Membasuh telapak tangan tiga kali (3 x)[4]
3. kemudian, Menggosok gigi dengan kayu arok atau yang semacamnya[5]
4. kemudian, Berkumur-kumur dan isaplah air dari sebelah telapak tangan lalu semburkanlah, kerjakan demikian tiga kali (3x)[6]. Bila sedang berpuasa tidak boleh terlalu dalam air masuk dalam tenggorokan[7]
5. kemudian, Basuhlah muka tiga kali (3x)[8] dengan digosok-gosok[9] dan mengusap kedua sudut mata[10]. Bila memiliki janggut maka sela-selailah[11]
6. kemudian, Basuhlah kedua tangan hingga sikunya tiga kali (3x)[12] dengan digosok-gosok, dahulukan yang kanan baru yang kiri.[13] Serta mensela-selai jarinya[14]
7. kemudian, Mengusap kepala dan telinganya satu kali (1x),[15] bila menggunakan surban, usap pula surbannya[16] dengan menjalankan kedua telapak tangan dari batas muka-kepala bagian atas hingga ke tengkuk dan kembalikan ke permulaan[17] dilanjutkan dengan memasukkan telunjuk pada telinga dan mengusapkan ibu jari pada telinga bagian luar (belakang) dan telunjuk mengusap telinga bagian dalam (depan) [18]
8. lalu, Basuhlah kedua kaki hingga kedua mata kakinya tiga kali (3x),[19] dengan digosok-gosok[20] dan sela-selailah jari-jari kakinya[21] serta mendahulukan kaki kanan.[22]
9. diakhiri dengan, Membaca Shahadatain[23] :
اَشْهَدُاَنْ لااِلهَ اِلااللهُ وَحْدَهُ لاَ شَِريْكَ لَه وَاَشْهَدُ اَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلهُ
(Asyhadu ‘an lâ ilâha illa ilâhu wahdah lâ syarîkalah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhû wa Rasûluh)
Artinya :
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad hamba dan utusan-Nya”

B. BATALNYA WUDLU (HADATS)

1. Ada sesuatu yang keluar dari dua lubang,[24] (dari kemaluan seperti ; kencing, haidl, orgasme. Atau dubur seperti : kentut, buang air besar)
2. Bersetubuh[25]
3. Memegang/menyentuh kemaluan[26]
4. Hilang Akal[27] seperti tidur terlentang, pingsan, mabuk dll.

C. TAYAMUM[28]

1. Syarat-syarat tayamum :
a. Tidak ada air
b. Bila terkena air akan membahayakan keselamatannya[29]
2. Alat Bertayammum, Bertayamum dengan menggunakan DEBU[30] yang bersih seperti debu yang menempel pada tempat yang lapang seperti dinding, kaca dll.
3. Tata Cara Bertayammum
1) Membaca basmallah[31] dengan mengikhlaskan Niat[32] karena Allah.

(Bismillâhirrahmânirrahîm)
Artinya :
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”

2) lalu Meletakkan telapak tangan pada tempat yang berdebu bersih, seperti tembok/dinding, kaca dll. Lalu meniupnya. 1 kali[33]
3) Lalu mengusap muka satu kali (1x)[34]
4) Lalu mengusap kedua telapak tangan satu kali (1x)[35]
5) diakhiri dengan, Membaca Shahadatain[36] :

اَشْهَدُاَنْ لااِلهَ اِلااللهُ وَحْدَهُ لاَ شَِريْكَ لَه وَاَشْهَدُ اَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلهُ
(Asyhadu ‘an lâ ilâha illa ilâhu wahdah lâ syarîkalah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhû wa Rasûluh)
Artinya :
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad hamba dan utusan-Nya”

4. Batalnya Tayammum
1) Seperti hal-hal yang membatalkan wudlu
2) Menemukan dan dapat/diperbolehkan menggunakan air[37]

D. ISTINJA’[38] (CEBOK)

1. Syarat-syarat Istinja’ :
1) Dalam keadaan hadats kecil, seperti karena BAB dan BAK.[39]
2) Adanya alat untuk membersihkan, seperti air bersih[40], batu, daun atau tissu.[41]
2. Tatacara Istinja’[42]
1) Tidak menghadap Qiblat seraya mengikhlaskan karena Allah
2) Menggunakan tangan kiri
3) Menggunakan batu atau daun atau tissu tiga buah/lembar
_____________________________
[1] Tata cara wudlu menurut ajaran Rasulullah dalam al-Qur’an dan haditsnya[2] Hadits riwayat Nasa’i, Abu Daud dan Ahmad dengan sanad yang baik : “Wudlulah kamu dengan membaca bismillah” dan hadits dari Abu Hurairah : “Segala perbuatan yang berguna, yang tidak dimulai dengan bismillâhirrahmânirrahîm itu tidak sempurna” diriwayatkan oleh Abdul Kadir Arruhawi
[3] Q.S. Al-Bayyinah : 5 “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”dan hadits riwayat Bukhari dan Muslim : “Sesungguhnya (syahnya) amal itu tergantung pada niatnya”
[4] HR. Bukhari Muslim dari Humran : “Sungguh Utsman telah mengajak berwudlu, maka ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan mengisap air(melalui hidung) dan menyemburkannya, kemudian membasuh mukanya tiga kali, lalu membasuh tangannya yang kanan sampai sikut tiga kali dan tangan kiri seperti demikian pula, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kepada dua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti itu pula. Lalu berkata : “Aku melihat Rasulullah s.a.w berwudlu seperti wudluku ini”.
[5] HR. Malik, Ahmad dan Nasa’i yang disahkannya : “Kalau aku tidak khawatir akan menyusahkan ummatku, niscaya aku perintahkan kepada mereka bersiwak (menggosok gigi) pada tiap kali wudlu”. Dan HR. Bukhari dari Abu Khairah Shubahi r.a. : “Dahulu saya termasuk utusan Abdul Qais yang menghadap Rasulullah, maka Rasulullah menyuruh mengambil kayu arok, lalu bersabda: “Bersiwaklah dengan ini”.
[6]HR. Bukhari Muslim dari Humran : “Sungguh Utsman telah mengajak berwudlu, maka ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan mengisap air(melalui hidung) dan menyemburkannya, kemudian membasuh mukanya tiga kali, lalu membasuh tangannya yang kanan sampai sikut tiga kali dan tangan kiri seperti demikian pula, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kepada dua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti itu pula. Lalu berkata : “Aku melihat Rasulullah s.a.w berwudlu seperti wudluku ini”.
dan HR. Bukhari-Muslim dari Abdullah bin Zaid : “Kemudian memasukkan tangannya (ke dalam air), ,maka berkumur-kumur dan mengisap air dari sebelah telapak tangannya, beliau lakukan demikian tiga kali”.
[7] HR. Arba’ah dari Laqith bin Shaburah : “Sempurnakanlah dan sela-selailah di antara jari-jari dan sempurnakanlah dalam mengisap air, kecuali kamu sedang berpuasa”.
[8] Al-Qur’an Surat Al-Ma’idah (5) : 6 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, basuhlah (cucilah) mukamu, (lalu) tanganmu sampai sikut, (lalu) usaplah kepalamu dan cucilah kakimu sampai kedua mata kaki….”
HR. Bukhari Muslim dari Humran : “Sungguh Utsman telah mengajak berwudlu, maka ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan mengisap air(melalui hidung) dan menyemburkannya, kemudian membasuh mukanya tiga kali, lalu membasuh tangannya yang kanan sampai sikut tiga kali dan tangan kiri seperti demikian pula, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kepada dua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti itu pula. Lalu berkata : “Aku melihat Rasulullah s.a.w berwudlu seperti wudluku ini”.
[9] HR. Ahmad dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim : “bahwa Rasulullah s.a.w wudlu, maka beliau mengerjakan demikian, yakni menggosok”.
[10] HR. Abu Daud dari abi Umamah : “Rasulullah s.a.w mengusap dua sudut mata dalam wudlu”
[11] HR. Tirmidzi dari ‘Utsman bin ‘Affan : “bahwa Rasulullah s.a.w. mensela-selai janggutnya dalam wudlu”.
[12] Al-Qur’an Surat Al-Ma’idah (5) : 6 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, basuhlah (cucilah) mukamu, (lalu) tanganmu sampai sikut, (lalu) usaplah kepalamu dan cucilah kakimu sampai kedua mata kaki….”
HR. Bukhari Muslim dari Humran : “Sungguh Utsman telah mengajak berwudlu, maka ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan mengisap air(melalui hidung) dan menyemburkannya, kemudian membasuh mukanya tiga kali, lalu membasuh tangannya yang kanan sampai sikut tiga kali dan tangan kiri seperti demikian pula, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kepada dua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti itu pula. Lalu berkata : “Aku melihat Rasulullah s.a.w berwudlu seperti wudluku ini”.
[13] HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah r.a., berkata : “Bahwa Rasulullah S.a.w. suka mendahulukan yang kanan, dalam memakai sandalnya, bersisirnya, bersucinya dan dalam segala halnya”.
[14] HR. Arba’ah dari Laqith bin Shaburah : “Sempurnakanlah dan sela-selailah di antara jari-jari dan sempurnakanlah dalam mengisap air, kecuali kamu sedang berpuasa”.
[15] Al-Qur’an Surat Al-Ma’idah (5) : 6 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, basuhlah (cucilah) mukamu, (lalu) tanganmu sampai sikut, (lalu) usaplah kepalamu dan cucilah kakimu sampai kedua mata kaki….”
HR. Bukhari Muslim dari Humran : “Sungguh Utsman telah mengajak berwudlu, maka ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan mengisap air(melalui hidung) dan menyemburkannya, kemudian membasuh mukanya tiga kali, lalu membasuh tangannya yang kanan sampai sikut tiga kali dan tangan kiri seperti demikian pula, kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kepada dua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti itu pula. Lalu berkata : “Aku melihat Rasulullah s.a.w berwudlu seperti wudluku ini”.
[16] HR. Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi dari Mughirah : “bahwa Rasulullah s.a.w. berwudu lalu mengusap kepala dan atas surbannya”
[17] HR. Bukhari Muslim dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim : “Dan memulai dengan permulaan kepalanya sehingga menjalankan kedua tangannya sampai pada tengkuknya, kemudian mengembalikannya pada tempat memulainya.”
[18] HR. Abu Daud dan Nasa’i dari Abdullah bin ‘Umar yang dishahihkan oleh Ibn Khuzaimah : “Lalu mengusap kepalanya dan memasukkan kedua telunjuknya pada telinga dan mengusapkan kedua ibu jarinya pada kedua telinga bagian luarnya, serta kedua telunjuk mengusapkan kedua telinga bagian dalam”.
[19] Al-Qur’an Surat Al-Ma’idah (5) : 6 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, basuhlah (cucilah) mukamu, (lalu) tanganmu sampai sikut, (lalu) usaplah kepalamu dan cucilah kakimu sampai kedua mata kaki….”
HR. Bukhari Muslim dari Humran : “Sungguh Utsman telah mengajak berwudlu, maka ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan mengisap air(melalui hidung) dan menyemburkannya, kemudian membasuh mukanya tiga kali, lalu membasuh tangannya yang kanan sampai sikut tiga kali dan tangan kiri seperti demikian pula, kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kepada dua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti itu pula. Lalu berkata : “Aku melihat Rasulullah s.a.w berwudlu seperti wudluku ini”.
[20] HR. Ahmad dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim : “bahwa Rasulullah s.a.w wudlu, maka beliau mengerjakan demikian, yakni menggosok”.
[21] HR. Arba’ah dari Laqith bin Shaburah : “Sempurnakanlah dan sela-selailah di antara jari-jari dan sempurnakanlah dalam mengisap air, kecuali kamu sedang berpuasa”.
[22] HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah r.a., berkata : “Bahwa Rasulullah S.a.w. suka mendahulukan yang kanan, dalam memakai sandalnya, bersisirnya, bersucinya dan dalam segala halnya”.
[23] HR. Muslim, Ahmad dan Abu Daud dari ‘Umar bin Khathab r.a : “Nabi s.a.w. tadi bersabda “tidak ada seorang dari kamu yang berwudlu dengan sempurna (selain mengakhiri) dengan mengucapkan “Asyhadu ‘an lâ ilâha illa ilâhu wahdah lâ syarîkalah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhû wa Rasûluh” melainkan akan dibukakan pintu syurga yang kedelapan baginya, yang dapat dimasuki dari mana saja ia kehendaki”.
[24] QS. Al-Maidah : 6 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
HR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah : “Bersabda Rasulullah s.a.w. : “Allah tidak menerima shalat salah seorang dari kamu sekalian yang berhadats, kecuali ia berwudlu”. Dan Abu Hurairah telah menerangkan kepada orang yang bertanya kepadanya: “Apakah yang dimaksud hadats itu ?”. Jawabnya: “Ialah kentut yang berbnyi atau tidak berbunyi”. Juga menurut HR. Muslim Abu Daud dan Tirmidzi : “Apabila salah seorang kamu ada di dalam mesjid, maka ia berasa ada angin di antara pantatnya, maka jangan keluar (berwudlu) sehingga mendengar suaranya atau mencium baunya.”
[25] QS. Al-Maidah : 6 tentang “menyentuh” wanita menurut tafsir Ibnu Abbas artinya adalah bersetubuh. Dan banyaknya hadis yang menjelaskan bahwa menyentuh wanita tida membatalkan wudlu seperti HR. Nasa’i dari ‘Aisyah, berkata :”Sungguh Rasulullah s.a.w. shalat dan aku berbaring melintang seperti mayat, sehingga ketika beliau akan witir, beliau menyentuh aku dengan kakinya”. Dan HR. Muslim dan Tirmidzi dari ‘Aisyah r.a. berkata : “Aku kehilangan Rasulullah s.a.w. pada suatu malam dari tempat tidur, maka aku mencarinya dan memegang/meletakkan kedua tanganku pada telapak kakinya…”
[26] HR. ‘Arba’ah dari Busrah binti Shafwan r.a. bahwa Nabi s.a.w. bersabda : “Barang siapa menyentuh kemaluannya, maka janganlah shalat sebelum berwudlu”.
Juga HR. Thabrani dari Thalq bin ‘Ali : “Barang siapa menyentuh kemaluannya, maka berwudlulah”.
Ada juga hadits-hadits lain seperti HR. Ahmad dari ‘Amr bin Syu’aib, dan HR. Ibn Hibban dari Abu Hurairah .
[27] HR. Abu Daud dari ‘Ali bin Abi Thalib, bersabda Rasulullah s.a.w. : “Kedua mata itu bagaikan tali dubur. Maka siapa telah tidur, berwudlulah”.Juga HR. Ashâbussunân dari Ibnu ‘Abas r.a. : “bahwa ia melihat Rasulullah s.a.w. tidur sedang beliau bersujud sehingga mendengkur, kemudian berdiri shalat. Maka aku berkata : “Hai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah tertidur”. Maka beliau bersabda : “Sesungguhnya wudlu itu tidak wajib (tidak batal) melainkan bagi orang yang tidur terbaring : karena jika berbaring lemaslah sendi-sendinya”.
[28] QS. Al-Maidah : 6 yang artinya : “…dan bila kamu tidak dapatkan air, maka bertayamumlah dengan debu yang bersih yakni usaplah mukamu dan tanganmu dengan debu itu”.
[29] HR. Ahmad, Abu Daud dan Daruquthni dari ‘Amr bin ‘Ash : “Bahwa tatkala dia (‘Amr bin ‘Ash) diutus ke medan perang Dzatussalasil ia berkata : ‘Aku bermimpi basah pada suatu malam yang amat dingin , maka aku takut jika mandi akan `berbahaya, maka aku tayamum; kemudian aku shalat shubuh bersama-sama shahabat-shahabatku. Tatkala kami datang pada Nabi s.a.w. mereka menceriterakan hal itu kepadanya; maka beliau bersabda paanya : “Hai ‘Amr, engkau shalat bersama-sama shahabat-shahabatmu sedang engkau junub?” Maka aku menyahut: ‘Saya ingat akan firman Allah s.w.t. : ..dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah itu belas kasih padmu”. Maka aku bertayamum lalu shalat”. Maka tertawalah Rasulullah s.a.w. dan tidak bersabda apa-apa”.
[30] QS. Al-Maidah : 6 yang artinya : “…dan bila kamu tidak dapatkan air, maka bertayamumlah dengan debu yang bersih yakni usaplah mukamu dan tanganmu dengan debu itu”.
dan HR. Abu Daud dan Daruquthni dari Jabir yang berkata : “Kami sedang dalam bepergian lalu seorang dari kami batu sehingga melukai kepalanya; kemudian ia bermimpi basah, maka ia bertanya kepada shahabat-shahabatnya: ‘Apakah kamu berpendapat bahwa aku mendapat kemurahan bertayammum’ ? dijawab oleh mereka :’Kami tidak berpendapat bahwa kamu mendapat kemurahan (rukhshah), sedang kamu kuasa memakai air’. Maka mandilah ia lalu meninggal dunia. Tatkala kami datang kepada Nabi s.a.w. : “Mereka membunuh dia, dikutuk Allah mereka” mengapa mereka tidak bertanya padahal mereka tidak mengerti? Obat untuk kebodohan adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya bertayammum”.
[31] HR. Nasa’i, Abu Daud dan Ahmad dengan sanad yang baik : “Wudlulah kamu dengan membaca bismillah” dan hadits dari Abu Hurairah : “Segala perbuatan yang berguna, yang tidak dimulai dengan bismillâhirrahmânirrahîm itu tidak sempurna” diriwayatkan oleh Abdul Kadir Arruhawi
[32] Q.S. Al-Bayyinah : 5 “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
dan HR. Bukhari dan Muslim : “Sesungguhnya (syahnya) amal itu tergantung pada niatnya”
[33] HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Ammar berkata : “Aku pernah berjanabat (junub) dan tidak mendapat air, lalu aku berguling-guling di atas (tanah) berdebu dan shalat. Maka aku ceritakan yang demikian itu kepada Nabi s.a.w., maka beliau bersabda : “Sesungguhnya cukup bagimu begini : lalu beliau menepukkan kedua telapak tangannya di tanah dan meniupnya, kemudian mengusap muka dan kedua telapak tangannya”.
[34] HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Ammar berkata : “Aku pernah berjanabat (junub) dan tidak mendapat air, lalu aku berguling-guling di atas (tanah) berdebu dan shalat. Maka aku ceritakan yang demikian itu kepada Nabi s.a.w., maka beliau bersabda : “Sesungguhnya cukup bagimu begini : lalu beliau menepukkan kedua telapak tangannya di tanah dan meniupnya, kemudian mengusap muka dan kedua telapak tangannya”.
[35] HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Ammar berkata : “Aku pernah berjanabat (junub) dan tidak mendapat air, lalu aku berguling-guling di atas (tanah) berdebu dan shalat. Maka aku ceritakan yang demikian itu kepada Nabi s.a.w., maka beliau bersabda : “Sesungguhnya cukup bagimu begini : lalu beliau menepukkan kedua telapak tangannya di tanah dan meniupnya, kemudian mengusap muka dan kedua telapak tangannya”.
[36] HR. Muslim, Ahmad dan Abu Daud dari ‘Umar bin Khathab r.a : “Nabi s.a.w. tadi bersabda “tidak ada seorang dari kamu yang berwudlu dengan sempurna (selain mengakhiri) dengan mengucapkan “Asyhadu ‘an lâ ilâha illa ilâhu wahdah lâ syarîkalah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhû wa Rasûluh” melainkan akan dibukakan pintu syurga yang kedelapan baginya, yang dapat dimasuki dari mana saja ia kehendaki”.
[37] QS. Al-Maidah : 6 yang artinya : “…dan bila kamu tidak dapatkan air, maka bertayamumlah dengan debu yang bersih yakni usaplah mukamu dan tanganmu dengan debu itu”.
[38] QS. Al-Maidah : 6 artinya : “……Allah tidak menginginkan kesempitan kepadamu, tetapi hendaklah mensucikan dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
[39] QS. Al-Maidah : 6 artinya : “…..dan apabila datang ke jamban (BAK atau BAB)……”
[40] HR. Bukhari dan Muslim dari Anas r.a. berkata : “Rasulullah masuk ke jamban, maka aku bersama dengan anak yang sebaya denganku membawa tempat air dengan tongkat, maka beliau beristinja (cebok) dengan air.”
[41] HR. Ahmad dan Nasa’i dari ‘Aisyah r.a. bahwa Nabi s.a.w. bersabda : “Apabila salah seorang dari kamu sekalian pergi ke jamban, maka bersucilah dengan tiga batu. Sesungguhnya tiga batu itu telah mencukupi”.
[42] HR. Muslim dari Salman berkata : “Rasulullah s.a.w. melarang kami menghadap Qiblat waktu buang air (BAK, BAB), atau istinja’ dengan tangan kanan, atau istinja kurang dari tiga butir (sudut), atau istinja’ dengan kotoran (yang telah kering) atau dengan tulang belulang.”

Senin, 02 Februari 2009

SEJARAH PERAWI HADITS

SEJARAH SINGKAT IMAM AL-BUKHARI

Kelahiran dan Masa Kecil Imam Bukhari

Imam Bukhari (semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju'fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena buta (tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya tersebut). Ibunya senantiasa berusaha dan berdo'a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara total.

Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya. Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun menurut Alexandre Benningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam bukunya "Islam in the Sivyet Union" (New York, 1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 milliun. Jadi merupakan daerah yang pemeluk Islam-nya nomor lima besarnya di dunia setelah Indonesia, Pakistan, India dan Cina.

Keluarga dan Guru Imam Bukhari

Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.
Perhatiannya kepada ilmu hadits yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16 tahun beliau sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti "al-Mubarak" dan "al-Waki". Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya "Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien" (Peristiwa-peristiw a Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma'in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.
Kejeniusan Imam Bukhari
Bukhari diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun Bukhari diam tak menjawab. Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Ketika sedang berada di Bagdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10 orang ahli hadits yang ingin menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan itu, 10 ulama tersebut mengajukan 100 buah hadits yang sengaja "diputar-balikkan" untuk menguji hafalan Imam Bukhari. Ternyata hasilnya mengagumkan. Imam Bukhari mengulang kembali secara tepat masing-masing hadits yang salah tersebut, lalu mengoreksi kesalahannya, kemudian membacakan hadits yang benarnya. Ia menyebutkan seluruh hadits yang salah tersebut di luar kepala, secara urut, sesuai dengan urutan penanya dan urutan hadits yang ditanyakan, kemudian membetulkannya. Inilah yang sangat luar biasa dari sang Imam, karena beliau mampu menghafal hanya dalam waktu satu kali dengar. Selain terkenal sebagai seorang ahli hadits, Imam Bukhari ternyata tidak melupakan kegiatan lain, yakni olahraga. Ia misalnya sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan sepanjang hidupnya, sang Imam tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunnah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya.
Karya-karya Imam Bukhari
Karyanya yang pertama berjudul "Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien" (Peristiwa-peristiw a Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22 tahun, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama dengan ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah beliau menulis kitab "At-Tarikh" (sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah berkata, "Saya menulis buku "At-Tarikh" di atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu malam bulan purnama". Karya Imam Bukhari lainnya antara lain adalah :
3. kitab Al-Jami' ash Shahih,
4. Al-Adab al Mufrad,
5. At Tharikh as Shaghir,
6. At Tarikh Al Awsat,
7. At Tarikh al Kabir,
8. At Tafsir Al Kabir,
9. Al Musnad al Kabir,
10. Kitab al 'Ilal,
11. Raf'ul Yadain fis Salah,
12. Birrul Walidain,
13. Kitab Ad Du'afa,
14. Asami As Sahabah dan Al Hibah.
Diantara semua karyanya tersebut, yang paling monumental adalah kitab Al-Jami' as-Shahih yang lebih dikenal dengan nama Shahih Bukhari. Dalam sebuah riwayat diceritakan, Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat Rasulullah saw., seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian ahli ta'bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits-hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami' As-Sahih." Dalam menghimpun hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan keshahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan.
Ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya. Imam Bukhari senantiasa membandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan lainnya, menyaringnya dan memilih mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku susun kitab Al Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun."
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim). Imam Muslim menceritakan : "Ketika Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur yang memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az Zihli (guru Imam Bukhari) berkata : "Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya. "
Penelitian Hadits Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits. Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami' as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi tersebut, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, "perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu" sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan "Haditsnya diingkari". Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata "Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan" .
Banyak ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan beliau "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits." Disela-sela kesibukannya sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir, bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.
Metode Imam Bukhari dalam Menulis Kitab Hadits Sebagai intelektual muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari dikenal sebagai pengarang kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya dalam disiplin ilmu hadits, tapi juga ilmu-ilmu lain, seperti tafsir, fikih, dan tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat sehingga ia menduduki derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama yang ijtihadnya independen), tidak terikat pada mazhab tertentu, sehingga mempunyai otoritas tersendiri dalam berpendapat dalam hal hukum. Pendapat-pendapatnya terkadang sejalan dengan Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi, pendiri mazhab Hanafi), tetapi terkadang bisa berbeda dengan beliau. Sebagai pemikir bebas yang menguasai ribuan hadits shahih, suatu saat beliau bisa sejalan dengan Ibnu Abbas, Atha ataupun Mujahid dan bisa juga berbeda pendapat dengan mereka.

Diantara puluhan kitabnya, yang paling masyhur ialah kumpulan hadits shahih yang berjudul Al-Jami' as-Shahih, yang belakangan lebih populer dengan sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah unik tentang penyusunan kitab ini. Suatu malam Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw., seolah-olah Nabi Muhammad saw. berdiri dihadapannya. Imam Bukhari lalu menanyakan makna mimpi itu kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah beliau (Imam Bukhari) akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang dalam sejumlah hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain yang mendorong beliau untuk menulis kitab "Al-Jami 'as-Shahih". Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut Al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata. "Saya susun kitab Al-Jami' as-Shahih ini di Masjidil Haram, Mekkah dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih". Di Masjidil Haram-lah ia menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistematis. Setelah itu ia menulis mukaddimah dan pokok pokok bahasannya di Rawdah Al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di Masjid Nabawi di Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah hadits dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan kitab ini dilakukan di dua kota suci tersebut dengan cermat dan tekun selama 16 tahun.
Ia menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan cukup modern sehingga hadits haditsnya dapat dipertanggungjawabk an. Dengan bersungguh-sungguh ia meneliti dan menyelidiki kredibilitas para perawi sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan hadits yang diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu dengan yang lainnya, memilih dan menyaring, mana yang menurut pertimbangannya secara nalar paling shahih.
Dengan demikian, kitab hadits susunan Imam Bukhari benar-benar menjadi batu uji dan penyaring bagi sejumlah hadits lainnya. "Saya tidak memuat sebuah hadits pun dalam kitab ini kecuali hadits-hadits shahih", katanya suatu saat. Di belakang hari, para ulama hadits menyatakan, dalam menyusun kitab Al-Jami' as-Shahih, Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan paling tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab.
Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu'allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.
Terjadinya Fitnah Muhammad bin Yahya Az-Zihli berpesan kepada para penduduk agar menghadiri dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian kepada orang alim dan saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya. " Namun tak lama kemudian ia mendapat fitnah dari orang-orang yang dengki. Mereka menuduh sang Imam sebagai orang yang berpendapat bahwa "Al-Qur'an adalah makhluk". Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, Az-Zihli kepadanya. Kata Az-Zihli : "Barang siapa berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid'ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan majelisnya tidak boleh didatangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia." Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya. Sebenarnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seseorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur'an, makhluk ataukah bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali. Tetapi orang itu terus mendesak. Ia pun menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid'ah." Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq (pengambil kebijakan) dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari pernah berkata : "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Al-Quran adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW, yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Dengan berpegang pada keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah." Di lain kesempatan, ia berkata: "Barang siapa menuduhku berpendapat bahwa lafadz¬lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah pendusta."
Wafatnya Imam Bukhari
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa meninggalkan seorang anakpun.

Almamater-ku : Ponpes. Darul Arqam Muhammadiyah - GARUT

Almamater-ku : Ponpes. Darul Arqam Muhammadiyah - GARUT
klik gambar

PEMETAAN